Keberadaan kerajaan Mataram Islam tidak bisa dilepaskan dari kerajaan Demak. Perang saudara yang terjadi di kerajaan Demak menyebabkan kekuasaan bergeser ke arah pedalaman, yaitu ke Pajang dan Mataram. Dalam perkembangannya, Mataram menjelma menjadi sebuah kerajaan Islam besar di Jawa setelah konflik juga melanda kerajaan Pajang.
Kehidupan Politik
Sutawijaya mengangkat dirinya sebagai raja Mataram pertama dengan gelar Panembahan Senopati (1586 – 1601) dengan Kotagede sebagai ibukotanya. Tindakan-tindakannya yang penting antara lain sebagai berikut.
- Meletakkan dasar-dasar kerajaan Mataram
- Memperluas wilayah kekuasaan dengan menundukkan Surabaya, Madiun dan Ponorogo ke timur dan ke barat berhasil menundukkan Cirebon dan Galuh.
Pengganti Penembahan Senopati adalah Mas Jolang gugur didaerah Krapyak sehingga disebut Panembahan Seda Krapyak.
Raja terbesar kerajaan Mataram adalah Mas Rangsang dengan gelar Sultan Agung Hanyokrokusuma (1613 – 1645). Sultan Agung bercita-cita mempersatukan seluruh Jawa dibawah kekuasaan Mataram dan mengusir Kompeni (VOC) dari Batavia. Masa pemerintahan Sultan Agung yang selama 32 tahun dibedakan atas dua periode, yaitu masa penyatuan kerajaan dan masa pembangunan.
Masa penyatuan kerajaan (1613 – 1629) merupakan masa peperangan untuk mewujudkan cita-cita menyatukan seluruh Jawa. Sultan Agung menundukkan Gresik, Surabaya, Kediri, Pasuruan dan Tuban. Selanjutnya menundukkan Lasem, Pamekasan, dan Sumenep, bahkan juga Sukadana di Kalimantan. Dengan demikian, seluruh Jawa telah takluk dibawah Mataram bahkan sampai ke luar Jawa, yakni Palembang, Sukadana dan Goa.
Setelah Jawa Timur, Jawa Tengah dan Cirebon berhasil dikuasai, Sultan Agung merencanakan untuk menyerang Batavia. Serangan pertama dilancarkan pada bulan Agustus 1628 dibawah pimpinan Bupati Baurekso dari Kendal dan Bupati Ukur dari Sumedang. Batavia dikepung dari darat dan laut selama dua bulan, namun tidak mau menyerah, namun sebaliknya tentara Mataram dipukul mundur.
Dipersiapkan serangan yang kedua lebih matang dengan membuat pusat-pusat perbekalan makanan di Tegal, Cirebon dan Karawang. Serangan kedua dilancarkan bulan September 1629 dibawah pimpinan Bupati Sura Agul-Agul, Mandurarejo, dan Uposonto. Namun VOC telah mengetahui terlebih dahulu rencana tersebut. Hal itu dibuktikan dengan tindakan VOC membakar dan memusnahkan gudang-gudang perbekalan. Serangan kedua Mataram ke Batavia mengalami kegagalan karena kurangnya perbekalan makanan, kalah persenjataan, jarak Mataram – Jakarta sangat jauh, dan tentara Mataram terjangkit wabah penyakit.
Kerajaan Mataram mulai lemah sepeninggal Sultan Agung. Salah satu penyebabnya adalah tidak adanya raja yang cakap, terjadinya konflik intern dan masuknya pengaruh Belanda ke dalam lingkungan kerajaan.
Mataram berhasil dipecah oleh Belanda melalui perjanjian Giyanti tahun 1755 menjadi Kesultanan Yogyakarta dibawah Sultan Hamengku Buwono I dan Kesultanan Surakarta dibawah Sunan Paku Buwono II.
Dua tahun kemudian, Belanda kembali memecah Mataram dengan menambah dua kerajaan (Mangkunegaran dan Pakualaman) melalui perjanjian Salatiga tahun1757.
Dengan demikian, kerajaan Mataram yang dahulunya satu, kuat dan kokoh pada masa pemerintahan Sultan Agung akhirnya terpecah-pecah menjadi kerajaan-kerajaan kecil sebagai berikut.
- Kerajaan Yogyakarta
- Kesultanan Surakarta
- Pakualaman
- Mangkunegaran
Kehidupan Sosial Budaya
Berbeda dengan kerajaan Demak yang masih bercorak maritim, kerajaan Mataram lebih menonjol sebagai kerajaan agraris dengan ciri feodalisme. Raja merupakan pemilik seluruh tanah kerajaan beserta seluruh isinya. Sultan juga memiliki peran sebagai panatagama yaitu sebagai pengatur kehidupan agama islam.
Kehidupan sosial budaya pada masa kerajaan Mataram berkembang pesat baik dibidang seni sastra, bangunan, lukis dan ukir. Disamping itu juga muncul kebudayaan Kewajen yang merupakan akulturasi antara kebudayaan Jawa, Hindu, Buddha dengan Islam.
Banyak pengaruh Hindu yang masuk dalam kebudayaan Islam pada masa ini. Misalnya Gapura Candi Bentar di makam Bayat dan perayaan Garebeg.
Upacara Garebeg bersumber pada pemujaan roh nenek moyang berupa kenduri gunungan yang merupakan tradisi sejak zaman Majapahit dijatuhkan pada waktu hari raya Idul Fitri dan Garebeg Maulid pada bulan Rabiulawal. Hitungan tahun yang sebelumnya merupakan tarikh Hindu yang didasarkan pada peredaran matahari (tarikh samsiah) maka sejak tahun 1633 diubah menjadi tarikh Islam yang berdasarkan pada peredaran bulan (tarikh komariah). Tahun Hindu 1555 diteruskan dengan perhitungan baru dan dikenal dengan tahun Jawa.
Adanya suasana yang aman, damai dan tenteram menyebabkan berkembangnya kesusastraan Jawa. Sultan Agung mengarang kitab Sastra Gending yang berupa filsafat. Demikian juga muncul kitab Nitisruti, Nitisastra dan Astabrata yang berisi ajaran tabiat baik yang bersumber pada kitab Ramayana.
Kehidupan Ekonomi
Sebagai sebuah kerajaan agraris, maka Mataram banyak bertumpu pada sektor pertanian. Basis pertanian itu terletak di Jawa bagian tengah dengan komoditas utama beras. Pada abad XVII, Mataram merupakan pengekspor beras terbesar di Nusantara. Selain mengandalkan sektor pertanian, Mataram juga menguasai bidang perdagangan dengan komoditas utamanya beras dan palawija.
Daftar Pustaka
Listiyani, Ari, Dwi. 2009. Sejarah Untuk SMA/MA Kelas XI Program IPS. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.
Ernawati, Rus, Imtam. 2009. Sejarah Kelas XI Untuk SMA/MA Program Bahasa. Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional. Jakarta.